fbpx
Connect with us

Sosial

Waspada Siklus 5 Tahunan Wabah Demam Berdarah

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Melonjaknya kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Gunungkidul disebut-sebut merupakan dampak dari siklus 5 tahunan. Berdasarkan kecenderungan yang terjadi, setiap 5 tahun memang terjadi lonjakan kasus demam berdarah yang sangat signifikan. Sehingga, pemerintah harus bekerja ekstra keras agar nantinya, siklus 5 tahunan DBD ini tak sampai membawa banyak korban.

Sebagai informasi, dalam 4 tahun terakhir, jumlah keseluruhan kasus DBD tergolong rendah. Yang tertinggi terjadi pada tahun 2016 di mana jumlah kasus mencapai 1.154. Dari jumlah tersebut, 4 orang meninggal dunia. Kemudian pada tahun 2017, hanya terdapat 228 kasus dengan korban jiwa 1 orang. Jumlah kasus sendiri terus menurun saat pada tahun 2018, tercatat sebanyak 124 orang terkena DBD. Pada tahun 2019 sendiri kembali terjadi peningkatan manakala tercatat sekitar 400 kasus. Diperkirakan, jumlah kasus akan terus meningkat mengingat sikklus 5 tahunan ini pada tahun berikutnya. Terbukti pada awal tahun 2020 ini terdapat 345 kasus dengan 3 orang korbannya meninggal dunia.

Berita Lainnya  Momen Kampanye Terbuka, Bawaslu Incar ASN Simpatisan Caleg Maupun Capres

“Kelihatanya memang siklus 5 tahunan ini,” kata Kepala Dinkes Gunungkidul, Dewi Irawaty, Jumat (13/03/2020).

Dewi mengatakan, persebaran kasus DBD sendiri saat ini tersebar secara merata di seluruh kecamatan di Gunungkidul. Sehingga pihaknya menghimbau agar masyarakat untuk bisa memantau secara mandiri perkembangbiakan nyamuk yang ada di lingkungan rumah. Dalam hal ini, masyarakat bisa menjaga kebersihan lingkungan dan mewaspadai titik-titik maupun benda yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.

“Adanya penyakit ini pasti karena faktor lingkungan. Ada jentik nyamuk di lingkungan luar, karena angka bebas jentik masih di bawah 95 persen,” kata dia.

Ia menjelaskan, artinya rumah yang ada jentik nyamuknya di ambang batas. Ia menyebut, adanya sampah bercampur air yang dibuang di luar rumah menyebabkan nyamuk bisa terus berkembang biak.

Berita Lainnya  Hanya Mampu Dapatkan 5 Miliar Dari Pajak Restoran, Pemkab Gunungkidul Dikritik Dewan

“Kemungkinan besar, sampah berair yang dibuang di sekitar rumah digunakan untuk berkembang biak nyamuk, jentik dapat bertumbuh di lokasi berair itu,” ujarnya.

Hal seperti ini tentu saja menjadi perhatian, saat ini pihaknya pun gencar melakukan sosialisasi Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Untuk itu, Dinkes akan kembali mengingatkan petugas kesehatan yang ada di Puskesmas untuk menggencarkan kampanye PSN. Sehingga kasus DBD dapat dihentikan dan tidak menambah korban.

“PSN tidak boleh kendor sepanjang ada ancaman risiko DBD, PSN tetap harus dilaksanakkn secra terus menerus,” beber dia.

Antisipasi berkaitan dengan serangan wabah demam berdarah dilakukan oleh Pemerintah Desa Kepek, Kecamatan Saptosari bersama dengan masyarakatnya. Pemdes setempat membentuk 36 kader Jumantik untuk menjadi agen pemberantas dan pemantau jentik-jentik.

Berita Lainnya  Budidaya Kangkung dan Lele di Ban Bekas, Solusi di Tengah Lesunya Ekonomi

“Kami anggarkan khusus melalui APBDes,” jelas Kepala Desa Kepek, Suhut Hudi.

Menurutnya, dana operasional ini akan digunakan untuk pengadaan alat pendukung seperti lampu senter pemantau jentik, ikanisasi atau pembagian bibit ikan, pembiayaan rapat koordinasi kader jumantik setiap bulan, hingga insentif untuk setiap kader sebesar Rp. 80ribu per bulan.

“Kami harap ya dengan adanya langkah semacam ini, Desa Kepek bisa terhindar dari wabah DB,” imbuhnya.

Sejauh ini, dikatakan Suhut, terdapat sejumlah perbedaan masyarakat setempat antara sesudah dan sebelum adanya program. Ia menceritakan, sejak terbentuknya pada tahun 2017 lalu, pencegahan penularan DB di Deda Kepek cukup efektif.

“Warga yang terjangkit juga menurun,” tandas Suhud.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler