Connect with us

Sosial

Ambisi Masyarakat Kemadang Wujudkan Gunungkidul Bebas Garam Impor

Diterbitkan

pada

BDG

Tanjungsari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Nasib petani garam selalu menjadi sorotan akibat kelangkaan bahan baku. Akibatnya, kebutuhan garam dicukupi dengan impor yang selalu diikuti dengan anjloknya harga garam di tingkat petani. Seperti halnya komoditas pertanian, data produksi dan data kebutuhan garam nasional kerapkali menjadi polemik di antara pemerintahan sendiri.

Lantas bagaimana dengan nasib petani garam di Gunungkidul yang memiliki laut luas? Kini saatnya kembali melaksanakan UU Nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petani Garam, agar petani garam tetap terlindungi di tengah gempuran garam impor.

Di sekitar Pantai Sepanjang, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari, telah terbentuk kelompok petani garam tirta bahari sebagai upaya dari pemberdayaan petani garam. Selain itu, kelompok ini dibuat untuk mengatasi garam impor agar pelaksanaan impor tidak melampaui kebutuhan industri dan tidak menggerogoti pangsa pasar garam rakyat.

Di tempat kerjanya, kelompok petani garam tirta bahari memiliki kolam berbentuk persegi panjang berwarna hitam terbuat dari fiber yang berisi air. Selain itu, mereka juga membangun rumah yang terbuat dari plastik dengan diberi nama rumah UV. Disinilah tempat mereka bersendang gurau sambil mengawasi dan membersihkan air laut yang diambil dari samudra hindia.

Berita Lainnya  Murkanya Ketua Komisi B Saat Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Absen Rapat Bahas Anthraks

Ketua kelompok petani garam tirta bahari, Winarto mengatakan, dibuatnya pabrik garam lokal ini pada tahun 2012 berawal dari kekhawatirannya terhadap nasib petani garam saat ini. Terlebih di Gunungkidul memiliki laut yang luas namun belum ada satu pun yang memanfaatkannya dengan membuat garam lokal. Bersama dengan temannya seorang ahli garam asal Tegal, mereka pun mulai berlatih membuat garam.

“Kita berpikir bisa nggak kita buat garam sendiri dari hasil laut yang kita punya. Beliau jawab bisa, ya sudah kita mulai berlatih,” ujarnya, Senin (09/04/2018).

Dengan bermodal kemampuan yang telah dilatih sebelumnya dan bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, dirinya pun lantas membuat garam secara mandiri bersama beberapa orang warga. Berawal dengan membangun kolam yang terbuat dari terpal, ia akhirnya mampu membuat beberapa kilogram garam jenis grosok atau garam yang biasa untuk mencampur minuman ternak.

Berita Lainnya  Nyalip Ngawur, Sartono Patah Kaki Disambar Truk

Namun usaha yang dilakoninya pun tak melulu berjalan mulus. Pasang surut harga garam membuat produksinya pun menjadi tidak maksimal. Hingga akhirnya pada akhir tahun 2017 kemarin, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan bantuan dana sebesar Rp 300 juta dalam bentuk peralatan dan rumah produksi.

Saat ini sebuah rumah bercat biru miliknya sudah berdiri yang digunakan untuk menyimpan garam siap jual. Disekitarnya terdapat puluhan meja (kotak pembuat garam) yang berisi air laut untuk memproduksi garam dan sisanya masih ditanami kacang dan jagung. Meski garam yang diproduksinya saat ini telah mencukupi kebutuhan lokal sekitar, namun ia akan menambah meja untuk membuat garam apabila jika tanaman kacang sudah selesai dipanen.

“Mosok garam sampai impor padahal potensi garam di pantai selatan cukup besar. Oleh sebab itu kami bermimpi untuk memaksimalkan potensi laut selain perikanan, yaitu memproduksi garam,” tuturnya.

Berita Lainnya  Gerakan Sedekah Buku Untuk Dekatkan Masyarakat Gunungkidul Dengan Budaya Literasi

Selain itu, ia juga memiliki impian setiap rumah di dusun Ngeluh, Desa Kemadang, mampu membuat garam secara mandiri, sehingga bisa mencukupi kebutuhan masing-masing. Sisa air yang tidak menjadi garam pun bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman disekitar rumah produksi garam.

“Disini ada 80 kepala keluarga, jika setiap keluarga memiliki satu meja, dan bisa menghasilkan 15 kg garam per KK, kan hitungan kasarnya bisa mencapai minimal 1 ton perbulannya. Jika dikelola dengan baik bisa lebih banyak lagi, dan mungkin pemerintah tidak perlu impor garam,” terang dia.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Pariwisata2 minggu yang lalu

Masa Angkutan Lebaran 2025, Penumpang KA Bandara Capai 390 Ribu

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – PT Railink KA Bandara Medan dan Yogyakarta mencatat sebanyak 390.475 ribu masyarakat menggunakan layanan Kereta Api...

bisnis2 minggu yang lalu

Libur Lebaran, Stasiun Yogyakarta Optimalkan Peran Sebagai Stasiun Integrasi Antarmoda

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja,(pidjar.com) – Stasiun Yogyakarta memiliki keunggulan sebagai stasiun integrasi antar moda yang mampu melayani pemudik dan masyarakat untuk berwisata...

bisnis4 minggu yang lalu

Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Dalam rangka menyambut momen Lebaran 2025, PT Railink KAI Bandara di Medan dan Yogyakarta memberikan diskon...

bisnis3 bulan yang lalu

Libur Panjang Isra Mi’raj dan Imlek, 79 Persen Tiket Terjual di Daop 6 Yogyakarta

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com)– PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 6 Yogyakarta mencatatkan penjualan tiket kereta api yang signifikan pada libur...

bisnis3 bulan yang lalu

Demi Lancarnya Perjalanan KA, Pusdalopka Rela Tak Ada Libur

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Salah satu elemen penting yang memainkan peran strategis dalam menjaga kelancaran operasional kereta api adalah Pusat...

Berita Terpopuler