Connect with us

Sosial

Puluhan Tahun Hidup Dalam Kesunyian, Pemuda Yang Hidup Sebatangkara Ini Hanya Ingin Bisa Beli Alat Bantu Pendengaran

Diterbitkan

pada

BDG

Karangmojo,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Tidak ada yang berbeda dari tubuh Warsito atau yang akrab disapa Kelik, warga Padukuhan Karang Wetan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo. Sekilas tubuh pria ini layaknya orang pada umumnya, akan tetapi jika ditelisik lebih dalam ternyata Kelik tidak dapat mendengarkan suara yang ada di sekitarnya. Sejak lahir puluhan tahun lalu, ia memang mengalami gangguan pendengaran. Saat ini, kehidupan semakin sulit bagi pria ini setelah di tengah kesunyian yang ia hadapi, Kelik juga harus hidup sebatangkara. Ia tinggal di sebuah gubuk sederhana sendirian setelah ibunya meninggal dunia beberapa waktu silam.

Telinga kanannya sama sekali tidak dapat mendengar suara-suara yang ada. Sementara telinga kirinya mampu mendengar meski tak sejelas orang normal. Meski terdapat bunyi yang keras namun hanya terdengar lirih di telinga pria sekitar 35 tahun ini. Meski begitu, ia dapat berbicara jelas layaknya orang pada umumnya.

Himpitan perekonomian membuatnya tidak bisa berobat atau membeli alat bantu pendengaran. Maklum pria lima bersaudara ini berasal dari kalangan keluarga miskin. Sebagian besar penghasilannya yang tidak seberapa tersebut sudah habis untuk mencukupi kehidupan sehari-harinya.

Berita Lainnya  Kualitas SDM Belum Mumpuni, Puluhan Ribu UMKM di Gunungkidul Masih Belum Mampu Manfaatkan Teknologi

“Jane pengen tuku alat cilik sik dipasang ning kuping, tapi regane larang tur ora reti panggone. Sik sisih kiwo krungu suoro nanging lirih,” kata Kelik sembari diterjemahkan oleh Rubiyati tetangganya, Selasa (05/02/2019).

Kelik memang memiliki keinginan untuk membeli alat bantu pendengaran. Berulangkali ia bertanya dengan sejumlah tetangganya mengenai harga dan di mana alat itu dijual. Sayang, uang tabungannya dari hasil memijat tetangga hingga sekarang belum mencukup sehingga dirinya harus mengurungkan niat membeli alat itu.

“Mbok menowo yen nganggo alat kui iso krungu suoro, susah yen ngene terus,” imbuh dia.

Kesehariannya, Kelik memang membuka jasa pijat keliling. Selama ini, sudah cukup banyak warga di sekitar tempat tinggalnya yang menggunakan jasanya. Tak jarang ia juga diminta untuk membenarkan sejumlah peralatan dapur atau elektronik. Dengan keterbatasannya itu ia masih memiliki keterampilan layaknya orang normal pada umumnya.

Berita Lainnya  Gunungkidul Bisa Hasilkan Garam Kwalitas Premium

Ia lanjutkan ceritanya, selama beberapa bulan ini, ia hanya tinggal sendirian di rumah kecil yang hanya terbuat dari anyaman bambu atau gedhek. Ia yang berasal dari keluarga tidak mampu selama ini memang tidak tersentuh bantuan bedah rumah atau lainnya.

Lantainya pun sebagian masih tanah, sebagian sudah diplaster namun telah rusak. Di dalam rumah mungil ini sebenarnya tak ada perabot yang begitu mencolok, semuanya telah lusuh dan mendekati rusak.

Bahkan setiap malamnya hanya tertidur di sebuag tempat tidur kecil dengan selembar kasur tipis tak berseprei. Untuk makan sehari-hari, ia selalu masak ala kadarnya.

“Karena gedheknya sudah banyak yang rusak, kalau malam saya sering kedinginan,” terangnya.

Sementara itu, Wasiem, kerabat Kelik mengatakan, kurang lebih 3 bulan ini Kelik hanya hidup sebatang kara. Ibundanya telah meninggal dunia lantaran sakit. Sebelumnya dengan keterbatasan Kelik, dan ibunya yang tak bisa berjalan segala sesuatu dipenuhi oleh Kelik. Mulai dari mencuci, masak dan lain-lain.

Berita Lainnya  Murkanya Ketua Komisi B Saat Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Absen Rapat Bahas Anthraks

“Bocahe sakjane greteh kok, nopo mawon saget lan gemati. Pengene nggih naming saget rungu niku wau, tapi dereng saget tumbas alate lan prikso,” ucap dia.

Bantuan pangan non tunai atau sebelumnya rastra selalu diterima oleh Kelik. Sementara untuk PKH sekitar 3 bulan ini dicabut oleh pemerintah, hal ini karena ibunya sudah meninggal. Berulang kali Kelik dibujuk oleh sanak saudara untuk ikut dengan kakak-kakaknya, namun ia tetap kukuh untuk tidak meninggalkan rumah yang ia huni sejak kecil bersama ibunya itu.

“Radi pripun nggih, kados menyesal ngoten bocahe. Wong riyen pas ibune meninggal mboten keconangan, Kelik nembe pijet pas wangsul ibune mpun mboten enten,” terangnya.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Pariwisata2 minggu yang lalu

Masa Angkutan Lebaran 2025, Penumpang KA Bandara Capai 390 Ribu

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – PT Railink KA Bandara Medan dan Yogyakarta mencatat sebanyak 390.475 ribu masyarakat menggunakan layanan Kereta Api...

bisnis2 minggu yang lalu

Libur Lebaran, Stasiun Yogyakarta Optimalkan Peran Sebagai Stasiun Integrasi Antarmoda

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja,(pidjar.com) – Stasiun Yogyakarta memiliki keunggulan sebagai stasiun integrasi antar moda yang mampu melayani pemudik dan masyarakat untuk berwisata...

bisnis4 minggu yang lalu

Sambut Lebaran 2025, KAI Bandara Beri Diskon Tiket dan Pemeriksaan Kesehatan Gratis

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Dalam rangka menyambut momen Lebaran 2025, PT Railink KAI Bandara di Medan dan Yogyakarta memberikan diskon...

bisnis3 bulan yang lalu

Libur Panjang Isra Mi’raj dan Imlek, 79 Persen Tiket Terjual di Daop 6 Yogyakarta

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com)– PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 6 Yogyakarta mencatatkan penjualan tiket kereta api yang signifikan pada libur...

bisnis3 bulan yang lalu

Demi Lancarnya Perjalanan KA, Pusdalopka Rela Tak Ada Libur

https://pidjar.com/wp-content/uploads/2025/03/VID-20250327-WA0011.mp4  Jogja, (pidjar.com) – Salah satu elemen penting yang memainkan peran strategis dalam menjaga kelancaran operasional kereta api adalah Pusat...

Berita Terpopuler