Sosial
Hasilkan Limbah Berbahaya, Baru Segelintir Puskesmas dan Faskes Yang Gunakan IPAL Berbasis Biofilter






Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Saat ini, dari 30 Puskesmas yang ada di Gunungkidul, baru ada 6 yang menggunakan pengolahan limbah dengan biofilter. Hal tersebut lantaran biaya yang harus dikeluarkan lumayan mahal untuk sistem tersebut.
Limbah utama berupa air yang berasal dari limbah Puskesmas merupakan salah satu sumber pencemaran air yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah mengandung senyawa organik yang cukup tinggi juga kemungkinan mengandung senyawa-senyawa kimia lain serta mikro-organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit terhadap masyarakat di sekitarnya.
Oleh karena potensi dampak air limbah rumah sakit atau Puskesmas terhadap kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah air limbahnya sampai memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul, Priyanta Madya Satmaka mengatakan, total ada 30 puskesmas di Gunungkidul secara keseluruhan sudah memiliki Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Namun saat ini baru ada 6 puskesmas yang menggunakan biofilter.
“Enam puskesmas tersebut adalah Puskesmas Karangmojo I dan Puskesmas Karangmojo II, Puskemas Panggang 1, Puskesmas Tanjungsari I, Puskesmas Purwosari, dan Puskesmas Nglipar II,” kata Priyanta, Rabu (06/03/2019).







Biofilter adalah sistem pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang yang dapat memisahkan jenis limbah dengan sendirinya. Pengolahan IPAL dengan biofilter di enam puskesmas tersebut merupakan bantuan dari Provinsi.
“Biaya pembuatan IPAL konvensional sekitar Rp 45 juta dan yang pakai biofilter sekitar Rp200 juta. Itu (biofilter) yang ada dari bantuan provinsi,” kata dia.
Lebih lanjut, dia menyatakan, pada tahun ini belum ada lagi puskesmas yang mendapat bantuan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membangun IPAL berbasis biofilter. Namun demikian, diakuinya keterbatasan anggaran di Dinkes Gunungkidul membuat 24 puskesmas lainnya masih pakai IPAL konvensional.
“Apalagi kalau dibebankan ke puskesmas untuk membuat sendiri belum mampu” imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gunungkidul, Anna Prihatini mengungkapkan, saat ini hanya ada enam rumah sakit dan satu klinik yang memiliki IPAL di Gunungkidul. Sedangkan unit-unit usaha lain sampai sekarang belum ada yang memiliki IPAL.
“Seharusnya semua, seluruh usaha yang kecil juga harus punya IPAL. Berdasarkan PP 82 tahun 2001, tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, itu disebutkan kalau orang yang menghasilkan limbah, mau membuang limbah ke lingkungan harus punya izin dari bupati,” ucapnya.
Dia menambahkan bahwa izin pembuangan limbah dikeluarkan setelah sebuah perusahaan beroperasi dan menghasilkan limbah. Namun sebelum beroperasi seharusnya setiap perusahaan sudah memiliki dokumen lingkungan.
“Paling tidak harus sudah tertera bahwa perusahaan tersebut akan mengajukan izin pembuangan limbah. Kita berharap yang belum-belum ini segera mengurus untuk mengurangi dampak lingkungan,” terang dia.