fbpx
Connect with us

Sosial

Hujan Turun Tak Merata, Petani Padi di Kawasan Tengah Terancam Gagal Panen

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Hujan yang turun tidak merata beberapa waktu terakhir menjadi masalah besar bagi kalangan petani. Para petani padi di sebagian wilayah di Gunungkidul khususnya kawasan tengah khawatir akan mengalami gagal panen. Pasalnya, tanaman padi mereka saat ini telah memasuki fase generatif namun jumlah air masih sangat minim. Bahkan beberapa petak tanaman padi saat ini telah mengering. Dikhawatirkan jika situasi ini terus terjadi, para petani akan mengalami gagal panen atau paling tidak penurunan hasil panen secara signifikan.

Seperti apa yang diungkapkan oleh salah seorang petani di wilayah Padukuhan Soka, Desa Wunung, Kecamatan Wonosari, Mardadi (34). Ia mengatakan, akibat tidak adanya hujan yang turun, tanaman padi miliknya mengalami masalah. Jika hujan tidak kunjung turun, ia bahkan memperkirakan bahwa tanaman padinya akan mati sehingga ia pun mengalami gagal panen.

“Posisi padi kan lagi meteng tua, tapi tanah kering, alhasil gabahe pun putih gabuk (tidak berisi),” ungkap dia kepada pidjar.com, Rabu (20/02/2019).

Ia mengatakan, dengan kondisi seperti ini dikawatirkan para petani padi di wilayahnya tidak akan bisa panen. Bahkan menurutnya, saat ini sudah ada beberapa petak sawah yang tanaman padinya mati.

“Ada yang sudah merah kering, gara gara dipupuk tapi hujan tidak ada. Kalau 10 hari tidak ada hujan kita perkirakan 70 persen gagal panen tahun ini,” imbuh dia.

Menurutnya, jika cuaca normal para petani padi di wilayahnya mampu menghasilkan padi dengan jumlah yang tidak sedikit. Namun jika kondisi masih seperti ini, kemungkinan penurunan hasil gabah akan menurun secara signifikan.

Berita Lainnya  Anggaran Untuk Penanganan Corona, Ratusan Rumah Tidak Layak Huni Batal Dapat Bantuan

“Kalau kemarin bisa dapat 25 karung gabah. Kalau sekarang, bisa dapat 10 karung saja kita sudah bersyukur,” imbuh dia.

Dirinya pun kebingungan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Ia hanya bisa pasrah dan menunggu masa tanam kedua untuk memperbaiki hasil panen.

“Lahan saya semua saya tanami padi, hasilnya seperti ini. Tapi tidak apa-apa, besok setelah ini akan saya tanamai jagung dan semoga hasilnya bisa menutup kerugian ini,” lanjut dia.

Sementara itu, Kabid Pertanian, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Gunungkidul, Raharjo Yuwono membenarkan adanya fenomena tersebut. Menurutnya, hujan saat ini memang tidak merata membasahi seluruh lahan pertanian di Gunungkidul.

“Saat ini curah hujan menghilang di saat tanaman belum cukup usia. Untuk laporan detailnya wilayah mana saja kita belum bisa sampaikan,” kata Raharjo.

Ia menjelaskan, pihaknya ikut khawatir terhadap sejumlah lahan persawahan di wilayah Kecamatan Wonosari. Sebab saat ini, seperti yang terjadi di Padukuhan Soka, para petani sudah mulai gelisah.

Berita Lainnya  Pertamax Resmi Naik, Bagaimana Harga Bahan Pokok di Pasaran?

“Kita mengkawatirkan yang zona tengah seperti Wonosari. Kalau untuk wilayah seperti Purwosari, Panggang, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo saat ini malah sudah panen padi,” terang dia.

Raharjo mengatakan, keberhasilan wilayah selatan Gunungkidul dengan panen lebih awal lantaran adanya perbedaan cara tanam masyarakat. Di selatan, para petani menanam padi menggunakan metode ngawu awu. Yakni dimana padi disebar ke ladang satu minggu seblum hujan pertama turun.

“Untuk wilayah selatan memang karena memang kebanyakan ngawu-awu. Ini juga dampak positif ngawu-awu,” imbuh dia.

Ia menjelaskan, untuk wilayah selatan saat ini hasil panen cukup luar biasa. Bagaimana tidak, dari ubinan padi hibrida Intani 301 hasil ubinan 6.56 kg provitas 104,96 kwt /ha.

Berita Lainnya  Gelombang Tinggi Diperkirakan Kembali Hantam Pantai Selatan Gunungkidul

“Hasilnya baik karena di wilayah selatan itu hujannya lebih sering sehingga pertumbuhannya tidak terganggu sampai panen,” imbuh dia.

Disinggung mengenai hama, memang untuk tanaman padi banyak dikeluhkan serangan uret. Namun saat ini hama tersebut dianggap sudah tidak menyerang lahan pertanian karena siklus kehidupan dari uret itu sendiri.

“Uret sudah mulai masuk masa dorman atau tidur uret sebagai pertahanan krhidupannya. Nanti uret dewasa yang masuk kedalam tanah akan berbulu kemudian berubah menjadi pupa tidur panjang nanti kalau hujan akan keluar menjadi puthul , kwmudian kawin, bertelur, menetas jadi uret, begitu siklusnya,” terang dia.

Raharjo mengatakan, permasalahan pertanian saat ini lantaran minimnya air hujan yang ada. Untuk itu, pada masa tanam ke dua, ia berharap masyarakat memilih menanam tanaman dengan masa panen yang cepat.

“Nanam yang kebutuhan airnya gak banyak, palawija dan yang umurnya pendek bisa kedele, bisa kacang tanah,” pungkas dia.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler