bisnis
Jali, Komoditi Pertanian Pengganti Beras dengan Nilai Jual Tinggi


Wonosari,(pidjar.com)–Sektor pertanian di Kabupaten Gunungkidul masih menjanjikan banyak peluang. Selain ketersediaan lahan yang, inovasi petani dan perhatian dari pemerintah menjadi sebuah pemicu pesatnya sektor pertanian. Salah satu variasi yang mulai ditekuni beberapa petani Gunungkidul adalah dengan menanam tanaman Jali atau Hajali sebagai pengganti beras.
Salah satu petani Jali, Sundari mengungkapkan Jali merupakan tanaman nenek moyang yang dulunya sering dikonsumsi sebagai pengganti beras. Di Gunungkidul, ia adalah pelopor pertama kali yang mengembangkan dan memproduksi tanaman jenis tersebut. Musim tanam pertama ditahun lalu ia memanfaatkan lahan seluas 2.000 meter persegi untuk menanam Jali.
Hasilnya cukup menjanjikan, dari lahan tersebut menghasilkan 500 kg Jali kering. Di musim tanam kali ini dirinya memberanikan diri menambah luasan lahan yang ditanami Jali yaitu sekitar 3.000 meter persegi dengan harapan hasilnya jauh lebih maksimal.
“Perawatannya sendiri hampir sama dengan tanaman padi. Dulu saya itu punya niatan untuk memiliki inovasi baru dalam dunia pertanian,” papar Sundari, Sabtu (05/11/2020).
Lebih lanjut ia mengungkapkan, tanaman jali memiliki masa tanam sampai panen selama 5 bulan. Kemudian sebenarnya bisa untuk 2 kali panen, namun untuk panen kedua biasanya hasilnya tidak maksimal.
Adapun keuntungan memproduksi Jali adalah harga jualnya tinggi jika dibandingkan dengan tanaman lain. Ia mencontohkan untuk Jali kering yang sudah dikupas dari kulitnya bisa tembus 40 ribu rupiah per kilogram, kemudian yang belum dikupas 25 ribu perkilonya.
“Harganya sesuai dengan apa yang kita lakukan selama ini. Ini menjadi salah satu penggerak ekonomi,” ujarnya.
Saat ini dirinya menggandeng beberapa petani lain untuk ikut terjun dalam memproduksi dan mengembangkan jali. Sudah mulai banyak yang tertarik, biasanya mereka membeli bibit jali ke Sundari.
“Pak Lurah, bu Dukuh itu juga mengembangkan jali luasannya lumayan. Beberapa petani lain juga datang ke sini untuk beli bibit kemudian ditanam,” imbuh dia.
Ia berharap sektor pertanian Gunungkidul semakin meningkat sehingga kesejahteraan masyarakatnya terjamin. Kualitas dan teknik-teknik moderen harus selalu diasah agar dapat bersaing dan menunjukkan bahwa Gunungkidul merupakan daerah pertanian maju dan kreatif.
“Harapannya masyarakat (petani) lain juga ada inovasi yang diterapkan,” jelas Sundari.
Tanaman ini menjadi sumber karbohidrat dan obat pasalnya memiliki kandungan kimia asam amino, coixol, coixenolide, lan coicin. Bijinya berasa manis dan tawar sebagai antiradang, peluruh kemih, dan penyerapan, juga bisa untuk obat rematik seperti sakit otot, sakit tulang, encok, radang usus, dan tumor saluran pencernaan. Rasanya enak dan pulen saat dimasak teksturnya seperti ketan.
“Alternatif bagi yang mengurangi makan nasi,” tutupnya.

-
Sosial4 minggu yang lalu
SMP Swasta Ini Borong Juara di LBB Gunungkidul 2023
-
Peristiwa4 minggu yang lalu
Tragis, Warga Prigi Tewas Usai Terlindas Bus Pariwisata di Jalan Jogja-Wonosari
-
Sosial4 minggu yang lalu
Asa Warga Karangnongko Miliki Jalan Layak Akhirnya Terwujud, Pria Ini Berjalan Merangkak
-
Hukum4 minggu yang lalu
Komplotan Pencuri Baterai Tower Telekomunikasi Diringkus Petugas
-
Peristiwa4 minggu yang lalu
Selingkuhi Warganya, Oknum Dukuh Dituntut Mundur
-
Politik4 minggu yang lalu
Empat Program Kunci Untuk Kemajuan Gunungkidul
-
Hukum4 minggu yang lalu
Kasus Naik Penyidikan, Korban Bullying di SD Elite Ternyata Sempat Opname di RS
-
Peristiwa3 minggu yang lalu
Disapu Angin Kencang, Sejumlah Rumah di Semin Rusak
-
Pemerintahan6 hari yang lalu
Besaran UMK 2024 Telah Disepakati, Gunungkidul Menjadi Yang Terendah se-DIY
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Kemarau Panjang, BPBD Gunungkidul Terus Layani Permintaan Droping Air
-
Politik3 minggu yang lalu
Gelontoran Anggaran Rp 48 Miliar Untuk Pilkada Gunungkidul 2024
-
Sosial1 minggu yang lalu
Sekian Lama Tak Disentuh Pemerintah, Pengusaha Muda Bangun 2 Ruas Jalan