Sosial
Kisah Buruh Penganyam Tikar Yang Menolak Menyerah Meski Buta dan Terserang Stroke






Nglipar,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Semangat Painem (67) warga Padukuhan Gentungan, Desa Kedungpoh, Kecamatan Nglipar untuk tak mau bergantung terhadap orang lain sangat patuh dicontoh. Meski memiliki keterbatasan secara fisik, yakni menderita tuna netra, ia tetap menolak menyerah begitu saja dengan keadaan. Dengan giat, ia bekerja mencari nafkah dengan menjadi seorang buruh anyam.
Ditemui dirumahnya, Painem mengaku semengatnya dalam bekerja ini merupakan upayanya untuk terus bertahan hidup tanpa harus menggantungkan diri kepada orang lain. Meskipun dengan penglihatan yang tidak normal, dirinya mempunyai keterampilan menganyam tikar yang berbahan baku mendong.
"Saya menganyam sudah belasan tahun, lupa kapannya," kata Painem, Senin (30/04/2018).
Usaha kerajinan tikar anyam itu tidak sepenuhnya milik Painem. Dirinya hanya buruh menganyam dari seorang juragan di Wonosari. Setiap bulannya, dirinya dikirim bahan untuk kemudian ia kerjakan.
"Setiap bulan saya bisa membuat 4 tikar. Dengan harga upah Rp 30 ribu per tikarnya," lanjut dia.







Painem pun saat ini sudah semakin lemah. Sebab, selain kebutaan, dia juga terserang stroke sejak dua tahun terakhir. Namun demikian, sejumlah kendala ini tak mematahkan semangatnya dalam bekerja. Dengan gerakan yang memang semakin terbatas, dirinya terus berkarya.
Ia memaparkan, kebutaan yang dialaminya terjadi saat dirinya berusia 14 tahun. Tanpa sebab yang pasti, penglihatannya tiba-tiba menghilang. Berbagai upaya pengobatan pun telah ia lakukan, namun dokter tidak mendeteksi adanya gangguan pada matanya.
"Sejak itu sampai sekarang saya buta," kata dia sembari terus dengan tekun menganyam tikar.
Sementara itu, adik Painem, Wahyuni mengatakan bahwa kakaknya saat ini semakin lemah lantaran stroke yang menyerang tangan kanan. Tentu saja dengan penyakit itu menghambat langkahnya untuk menganyam tikar.
Meski begitu, Wahyuni mengaku sangat trenyuh dengan semangat Painem yang terus bersikeras untuk tetap bekerja.
"Dulu bisa menganyam banyak, sekarang ya itu tadi hanya 4 paling banyak. Sebab jari telunjuknya juga tidak bisa digerakkan," imbuh Wahyuni.
Untuk kebutuhan sehari-hari, Painem dibantu oleh sanak saudara serta anak-anaknya yang berada di luar kota. Sebab selama ini dirinya juga belum tercakup jaminan kesejahteraan dari pemerintah.