Pariwisata
Goa Cokro, Dulu Terkenal Angker Jadi Lokasi Bunuh Diri dan Buang Pusaka, Kini Jadi Goa Dengan Koleksi Bebatuan Alam Terlengkap
Ponjong,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Goa Cokro, nama goa yang terletak di Padukuhan Blimbing, Desa Umbulrejo, Kecamatan Ponjong tersebut mungkin masih asing bagi kalangan penikmat wisata. Goa berjenis vertikal ini pada masa lalu, dikenal oleh masyarakat setempat sebagai lokasi bunuh diri dan lokasi pembuangan benda pusaka. Tak heran jika bagi warga, Goa ini masyur akan keangkerannya.
Namun bagi para penggemar wisata minat khusus serta para peneliti geoasite, Goa ini adalah surga. Goa Cokro memiliki karakteristik dan jenis batuan yang sangat kumplit. Bahkan banyak pihak menilai, bebatuan dan panorama perut bumi di Goa Cokro lebih lengkap dan lebih indah dibandingkan dengan kawasan Goa Jomblang di Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu yang telah sebelumnya terkenal.
Untuk masuk ke Goa Cokro sendiri memang membutuhkan nyali yang tinggi. Karena untuk masuk ke dalam gua harus menggunakan tali, dengan menuruni kedalam yang mencapai 18 meter. Lubang gua vertikal yang memiliki diameter 1 meter dengan panjang 1,5 meter mirip sumur. Sebelum masuk gua, pengelola melakukan brefing kepada pengunjung tentang apa saja yang perlu diikuti saat masuk ke dalam gua.
Setelah selesai pengunjung diarahkan mengenakan wearpack khusus, helm dan sepatu. Setelah semua selesai, maka pengunjung diajak masuk, di mulut gua di mana sudah menunggu dua orang pemandu. Yang satu memasang karabiner, dan yang lain menyiapkan tali. Setelah semua siap, pengunjung diturunkan perlahan-lahan menggunakan tali itu. Ketika turun itulah pengunjung bisa merasakan sensasi tersendiri.
Saat cuaca cerah dan di waktu yang tepat pada siang hari, maka saat masuk akan disambut cahaya sinar matahari yang masuk dari lubang lainnya berada 50 meter dari lubang masuk atau sering disebut cahaya surga. Dinding gua yang terpahat alami dari air yang menetes membawa sensasi tersendiri, dimana ukiran mineral di batuan karst. Setelah seluruh rombongan masuk ke dalam gua, maka pengunjung diajak menyusuri masuk ke dalam. Pertama masuk ke arah kanan, dengan menyusuri tanah becek, dan ruangan gelap, dengan udara dingin pengunjung diajak menyusuri perut bumi.
Memang menurut Ketua Pokdarwis Goa Cokro, Purwanto, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pengunjung ketika menyusuri Goa Cokro. Seperti misalnya para pengunjung harus melewati jalan pinggir ketika menyusuri Goa. Hal ini bukan tanpa alasan mengingat hal ini menyangkut keselamatan.
“Dikhawatirkan ada batu stalaktit yang jatuh dari atas,” beber Purwanto.
Tak butuh waktu lama untuk bisa berdecak kagum ketika menyusuri Goa Cokro, hanya beberapa meter dari lubang masuk, pengunjung bisa langsung menikmati ukiran alami bebatuan karst yang berbentuk seperti kepala singa. Begitu masuk lebih dalam lagi, hamparan stalaktit dan stalakmit alami nan indah langsung bisa menjadi sajian berikutnya.
Penelusuran tersebut akan mencapai puncaknya ketika pengunjung sampai ke lokasi yang dinamakan kamar pengantin. Di lokasi ini, yang menjadi hutan stalaktit dan stalakmit, bisa ditemukan berbagai bentuk bebatuan yang terbentuk secara alami dalam waktu yang sangat lama.
“Kekumplitan jenis bebatuan memang menjadi keunggulan Goa Cokro dibandingkan dengan goa-goa lainnya,” beber dia.
Untuk bisa masuk ke kawasan goa yang telah dikembangkan masyarakat setempat sebagai obyek wisata sejak 2010 lalu ini, pengunjung tak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Cukup membayar Rp100.000 per orang, wisatawan bisa mendapatkan pelayanan untuk masuk ke dalam goa menggunakan peralatan yang memadai dan menjamin keselamatan. Namun menurut Purwanto, pihaknya hanya melayani rombongan per 10 pengunjung.
Terkait pemasaran, pihaknya tidak ingin terlalu mengkomersilkan goa. Pengembangan berdasarkan pelestarian alam sangat dijaga. Untuk itu, demi keamanan, maksimal hanya ada 10 orang pengunjung yang diperbolehkan masuk per sesi.
“Kita juga tidak ingin terlalu banyak dikunjungi karena berpotensi malah justru merusak. Kita batasi per hari maksimal hanya 20 pengunjung yang terbagi menjadi 2 sesi,” beber dia.
Meski tak terlalu dikenal masyarakat umum, akan tetapi keindahan Goa Cokro justru telah membahana sampai ke luar negeri. Tercatat wisatawan dan peneliti dari Korea Selatan, Amerika Serikat, Belanda dan bahkan Brazil telah berdatangan ke obyek wisata ini.
Ke depan, ia berharap nantinya ada bantuan dari pemerintah dalam mengembangkan obyek wisata minat khusus ini. Ia mengakui masih banyak sekali pekerjaan rumah yang harus ia perhatikan terutama terkait fasilitas yang harus mendapatkan perhatian lebih. Diantaranya adalah akses jalan yang saat ini masih sangat buruk, kemudian fasilitas seperti lokasi parkir, toilet umum.
Sementara itu, Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi yang juga pernah masuk ke Goa Cokro mengungkapkan kekagumannya dengan keindahan serta kelengkapan struktur batuan di Goa Cokro. Ia melihat bahwa jika dikembangkan, Goa Cokro bisa menjadi obyek wisata minat khusus serta lokasi penelitian yang bisa terkenal di seantero dunia. Meski begitu, Immawan tetap berpesan agar pengelola bisa turut menjaga obyek wisata ini dari kerusakan.
"Gua ini sebagai salah salah satu destinasi konservasi, artinya yang datang dibatasi, dan harus sesuai protap. Yang tak kalah penting harus siap lahir dan batin. Lahir itu mengikuti protap seperti menggunakan pakaian, dan batin tidak merusak gua. Sebab, jika rusak terbentuknya lama hingga ratusan tahun, itupun jika masih diberikan kesempatan memperolehnya lagi,' katanya.
Sebagai salah satu dari 13 geosite Gunung Sewu Unesco Gobal Geopark yang ada di Gunungkidul, hendaknya pengelola terus menjaga ekosistem di dalamnya.
"Harus dijaga untuk konservasi, jangan sampai rusak hanya karena bisnis,"ucapnya.
Sementara Manajer Georpark Gunungsewu Unesco Gobal Geopark, Budi Martono mengatakan, pengembangan Gua Cokro akan meniru pengembangan Gunung Api Purba Nglanggeran, di mana pemanfaatannya tidak merusak alam dengan memaksimalkan potensi yang di dalamnya. Dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan Bupati Gunungkidul terkait pengembangan Geosite Gua Cokro.
Selain itu, pihaknya berharap kepada pengelola agar menjaga Gua Cokro dari tangan jahil wisatawan. Sebab, beberapa stalaktit rusak karena adanya pengunjung yang masuk sendiri tanpa melalui pengelola.
"Gua cokro dikenal oleh para geolog sebagai hutan stalaktit. Harus dijaga, karena beberapa waktu lalu ada kerusakan karena ada pengunjung yang masuk tetapi malah merusaknya," pungkasnya.
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
50 Kilometer Jalan Kabupaten di Gunungkidul Beralih Status
-
Pemerintahan5 hari yang lalu
Pemkab Gunungkidul Naikkan Gaji Pamong dan Staf Kalurahan
-
Olahraga3 minggu yang lalu
Mengenal Hamam Tejotioso, Pembalap Cilik Gunungkidul yang Mulai Ukir Prestasi
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Angka Kemiskinan di Gunungkidul Masih 15,18%
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
‘Modal Nekat’ Garapan Imam Darto, Sukses Kocok Perut Penonton Yogya
-
bisnis3 minggu yang lalu
Grafik Perjalanan Kereta Api Selesai Difinalisasi, Pemesanan Tiket KA Februari 2025 Mulai Dibuka Bertahap
-
Pemerintahan7 hari yang lalu
Gunungkidul Ajukan Tambahan Vaksin PMK 20 Ribu Dosis
-
Hukum3 minggu yang lalu
Kasus Penyalahgunaan Tanah Kas Desa, Lurah Sampang Ditahan
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
PMK Kembali Merebak di Gunungkidul, 43 Sapi Suspek Mati Mendadak
-
Hukum1 minggu yang lalu
Curi 5 Potong Kayu, Warga Panggang Terancam 5 Tahun Penjara
-
Pendidikan1 minggu yang lalu
SMA Muhammadiyah Al Mujahidin Siap Melaju ke Tingkat Nasional Ajang OMBN 2025
-
bisnis4 minggu yang lalu
Akhirnya! Kopi Tuku Sapa Tetangga di Yogya