fbpx
Connect with us

Budaya

Kisah Dalang Terakhir Ki Karmanto Yang Berusaha Keras Jaga Wayang Beber Dari Kepunahan

Diterbitkan

pada

BDG

Karangmojo,(pidjar.com)–Wayang merupakan salah satu kebudayaan dan seni pertunjukan asli Indonesia yang sudah ada sejak sebelum pengaruh kebudayaan Hindu datang. Bahkan, Unesco sebagai lembaga dari PBB yang membawahi kebudayaan telah menetapkan wayang sebagai sebuah mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur. Diperkirakan, wayang sudah ada di bumi Nusantara sejak empat abad sebelum masehi.

Dalam perjalanan zaman, seni wayang terus mengalami perkembangan dan makin diperkaya dengan terciptanya berbagai jenis wayang, salah satunya adalah Wayang Beber. Apabila asing mendengarnya, sangat wajar lantaran keberadaannya yang saat ini semakin langka. Wayang Beber kini hanya dapat ditemukan di dua tempat, yaitu di Padukuhan Gelaran II, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul dan Dusun Karangtalun, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan.

Wayang Beber berbeda dengan wayang kulit dan wayang-wayang lainnya. Wayang Beber bukan suatu pentas bayangan melainkan pentas gambar. Dalam pertunjukannya, pentas Wayang Beber berupa lembaran gambar-gambar yang melukiskan adegan ceritera. Adegan tersebut diuraikan dengan cara menunjuk-nunjuk gambar dengan kayu kecil oleh dalang secara berurutan dari awal hingga akhir suatu lakon. Oleh karena itulah, dinamakan Wayang Beber karena dalam pertunjukannya membeberkan gambar-gambar yang diceritakan.

Dalang Wayang Beber yang merupakan satu-satunya di Desa Gelaran, Dalang Ki Karmanto Hadi Kusumo menjelaskan, Wayang Beber sudah ada sejak tahun 1283 oleh pujangga Ki Sungging Prabangkala (anak kelima dari Raja Brawijaya V dari Kerajaan Majapahit yang belajar membuat wayang). Adapun salah satu Wayang Beber asli yang diberikan secara turun temurun, saat ini masih tersimpan baik di kediaman keturunannya yang berada di Padukuhan Gelaran II, Desa Gelaran, Kecamatan Karangmojo.

"Yang dimainkan saat ini hanya duplikatnya. Sedangkan yang asli disimpan di rumah kediaman Rubiyem sebagai keturunan ke-14 pemilik wayang," kata dia saat ditemui wartawan di rumahnya, Selasa (24/04/2018).

Berita Lainnya  Pemerintah Sayangkan Ribuan Cagar Budaya Terjual, Pelestari Akan Diberi Penghargaan Rp 15 Juta

Diakui Karmanto, saat ini keberadaan Wayang Beber sudah jarang ditemui. Meski begitu, sebagai dalang terakhir saat ini, ia akan terus menjaga eksistensi Wayang Beber dengan cara mengenalkannya pada seluruh daerah di Nusantara. Maka tak heran dirinya telah berkelana untuk bercerita mengenai kisah yang ada dalam lakon Wayang Beber. Ia pun berharap Pemerintah DIY memberikan perhatian khusus untuk pelestarian wayang beber. Paling tidak, ada alokasi khusus dari dana keistimewaan DIY untuk memelihara budaya ini agar warisan nenek moyang tidak hilang karena minimnya perhatian.

Sesuai dengan sejarah lisan yang diceritakan turun-temurun, wayang ini sudah mulai dimainkan ratusan tahun lalu. Wayang beber hanya dimainkan 10 orang bersama dalang dan asistennya. Cerita yang ada dalam Wayang Beber dikemas dalam 8 gulungan. Setiap gulungnya berisi 3 cerita dengan panjang 1 meter 20 cm. Durasi pementasan sekitar dua jam. Setiap lembar ujung gulungan diberikan tongkat kayu panjang yang digunakan untuk menggulung cerita atau memperlihatkan cerita selanjutnya. Tongkat kayu tersebut dimasukkan ke dalam lubang yang disiapkan di kotak kayu penyimpan wayang.

Berita Lainnya  Syukuri Panen Melimpah dan Mohon Keselamatan, Nelayan Baron Larung Gunungan dan Kepala Kerbau

Karmanto mengaku, belajar Wayang Beber secara turun temurun. Sebagai salah satu keturunan dalam silsilah pemilik wayang ini, dia salah satu yang termasuk bisa memainkannya. Sudah 15 tahun dirinya memainkan Wayang Beber. Menurutnya, tak sembarang orang bisa menjadi dalang Wayang Beber, hanya keturunan dari orang tertentu saja yang bisa menceritakan kisah asli dalam lakonnya secara benar dan gamblang.

"Saat ini, saya sedang melatih anak adik saya agar bisa mendalang wayang beber sebagai penerus saya nantinya," kata dia.

Asal Usul Wayang Beber

Wayang Beber asli dibuat dari kulit kayu yang belum diketahui jenisnya, sedangkan untuk pewarna gambarnya menggunakan sari bunga dan dedaunan. Belum diketahui pasti siapa pembuat wayang beber, namun wayang ini berasal dari Keraton Kartosuro. Pada tahun 1735 silam, ada gejolak Perang Pecinan di Kartosuro yang membuat sejumlah orang mengungsi untuk melarikan diri ke daerah Pacitan dan Gunungkidul dengan membawa serta wayang beber. Oleh karenanya saat ini keberadaan wayang beber asli hanya ada di kedua kabupaten tersebut.

Saat ini, pertunjukan wayang beber hanya menggunakan duplikat yang mirip dengan aslinya. Wayang beber duplikat dibuat salah seorang dosen dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta selama satu tahun. Sedangkan wayang beber asli keadaanya sudah robek disimpan dalam kotak kecil sepanjang hampir 1,5 meter yang diberi bulu merak untuk menjaga kelembapannya.

Berita Lainnya  Menggali Cerita Rakyat di Setiap Desa Yang Bakal Jadi Jurus Anyar Gaet Wisatawan

"Wayang duplikat dibuat menggunakan kanvas biasa, namun rupa wayang duplikat tersebut sama persis dengan aslinya," jelas Karmanto.

Di Gunungkidul, wayang beber menceritakan tentang kisah cinta Panji Asmorobangun atau Raden Inu Kertapati dan Dewi Sekartaji atau Galuh Candrakirana yang baru saja menikah. Cerita itu berasal dari sejarah jawa klasik di Kerajaan Kediri. Karena kalah pintar dengan istrinya, Panji kemudian memilih untuk menjadi pertapa di Bukit Penanggungan untuk mendapatkan kepintaran. Sekembalinya dari Penanggungan, istrinya itu ternyata sudah dilamar orang banyak dari berbagai macam kalangan.

Saking banyaknya orang yang ingin melamar, Dewi membuat sayembara siapa yang bisa melewati tongkat yang dia dirikan maka bisa menjadi suaminya sampai akhir hayat. Mendengar adanya sayembara tersebut, Panji yang merupakan Putra Kerajaan Jenggala itu pun dengan keberaniannya mengikuti sayembara tersebut untuk merebut kembali sang istri. Saat itu ia menyamar dan mengubah nama menjadi Remeng Mangun Joyo.

Dengan keahliannya, kemenangan pun berpihak pada Remeng. Namun beberapa peserta sayembara tidak terima dan menantang untuk berkelahi yang berakhir dengan peperangan. Di penghujung cerita, tetaplah Panji Asmoro Bangun yang keluar sebagai pemenang dan mendapatkan kembali istrinya yang berparas cantik jelita tersebut.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler