Peristiwa
Mediasi Mentok, Puluhan Warga Terdampak Proyek JJLS Gelar Demonstrasi di Pengadilan Negeri Wonosari
Wonosari,(pidjar.com)–Proses mediasi gugatan hukum oleh warga terdampak proyek pembebasan lahan JJLS Jalur Planjan-Tepus berakhir deadlock. Warga yang kesal dengan sejumlah kejanggalan dalam proses mediasi akhirnya menggelar aksi demonstrasi di depan gedung Pengadilan Negeri (PN) Wonosari pada Rabu (30/05/2018) siang tadi. Puluhan warga membentangkan spanduk berisi penolakan terhadap proyek tersebut karena dinilai sangat merugikan warga terdampak.
Sedari pagi, warga berdatangan untuk menghadiri proses sidang mediasi lanjutan di gedung PN Wonosari. Namun pada akhirnya sidang berakhir antiklimaks setelah, hanya berselang 5 menit setelah palu sidang diketok tanda dimulai, warga yang diwakili oleh tim kuasa hukumnya langsung mencabut gugatan yang telah dilayangkan. Akhirnya lantaran pencabutan gugatan tersebut, sidang kemudian berakhir.
Kuasa Hukum warga, Rina Marlina SH menyatakan bahwa pihaknya sangat kecewa dengan proses mediasi yang berlangsung. Ia menganggap bahwasanya proses mediasi ini cukup janggal lantaran tidak mempertemukan kedua pihak yang bersengketa. Mediator hanya bertemu dengan masing-masing pihak tidak secara bersamaan. Lantaran inilah kemudian pihaknya menganggap bahwa memang tidak ada itikad baik dari tergugat dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Pihak tergugat dianggap bersikeras untuk berpatokan pada harga lama yang diusulkan oleh tim appraisal. Langkah ini disebut Rina cukup dipertanyakan karena dengan ini, pihak appraisal dianggap sebagai seperti badan hukum yang tidak bisa diganggu gugat.
“Langsung kita memutuskan untuk mencabut gugatan. Kita cabut gugatan tapi tetap menolak pembebasan lahan ini,” tegas Rina, Rabu siang.
Terkait langkah pencabutan ini, bukan lantas berarti bahwa pihaknya kemudian pasrah dan menerima dengan besaran ganti rugi yang akan diberikan. Namun pihaknya justru akan mengambil langkah hukum lanjutan. Meski begitu, ketika disinnggung mengenai upaya lain yang akan ditempuh, ia masih merahasiakannya. Yang jelas nantinya upaya ini tidak akan sama seperti yang saat ini dilakukan yang ia nilai hanya buang-buang waktu.
“Kasihan warga kalau seperti ini. Kita juga ada beberapa temuan baru sehingga langkah kita untuk saat ini cabut dulu laporan. Dalam waktu dekat ini akan kita rumuskan upaya hukum lanjutan,” tandasnya.
Sementara itu, salah seorang warga terdampak proyek JJLS, Samiyanto (48) warga Padukuhan Rejosari, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari menyatakan tetap menolak melepaskan tanahnya dengan harga yang diberikan oleh pemerintah. Ia menganggap harga yang ditawarkan ini sangat rendah dan tidak manusiawi.
Ketidakmanusiawian ini lantaran, tanah yang rencananya dibebaskan untuk proyek JJLS tersebut adalah lahan pertanian aktif yang selama ini menjadi gantungan hidup warga.
“Kita bertani di situ dan mencari nafkahdi tanah ini,” papar dia.
Samiyanto sendiri menegaskan bahwa sebelumnya ia sebenarnya tidak berniat untuk menjual tanahnya. Namun lantaran dalam hal ini tanahnya dibutuhkan pemerintah untuk membangun proyek demi kepentingan umum, ia akhirnya mengubah niatnya tersebut. Namun ia kaget lantaran ternyata, tanah miliknya hanya dihargai sangat murah.
“Kalau mau dibeli orang lain sebenarnya saya pasti tidak boleh. Lha ini malah mau dibeli pemerintah cuma dengan harga 114.000 rupiah per meter,” keluh dia.
Keluhan yang sama juga diungkapkan oleh Suradal (48) warga Padukuhan Sumuran, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari. Ia benar-benar kecewa lantaran tanahnya yang seluas 1529 meter persegi hanya dihargai Rp150 juta. Harga ini disebutkannya sangat tan manusiawi dan merugikan warga.
Jika nantinya dibelikan tanah baru untuk lahan tempatnya mencari nafkah, dengan uang 150 juta ini hanya akan mendapatkan seperempat dari luas tanahnya sekarang.
“Terus saya harus hidup bagaimana,” kesalnya.
Dengan rendahnya harga yang ditawarkan tersebut, Suradal bertekad untuk menolak. Ia memutuskan tak akan melepas tanahnya.
Suradal menambahkan, ia sebenarnya sangat setuju dengan pembangunan JJLS di wilayahnya. Hal ini disebutkannya akan membawa dampak pembangunan bagi daerah jika nantinya jalur tersebut telah difungsikan. Namun dengan proses pembebasan lahan yang merugikan ini, ia kemudian memutuskan menolak.
“Kami sangat mendukung proyek pemerintah, tapi jangan terus kami dikorbankan seperti ini. Katanya ganti untung, untung untuk siapa?,” tutup dia.
-
Politik3 minggu yang lalu
Suara Jeblok, PDIP Akui Kalah Rekruitmen dan Salah Tunjuk Ketua Bapilu
-
Politik4 minggu yang lalu
Hampir Separuh Incumbent Tumbang, Termasuk Ketua DPRD
-
Politik3 minggu yang lalu
21 Caleg Baru Akan Duduki Kursi DPRD Gunungkidul
-
Sosial3 minggu yang lalu
Beda Hitungan, Jamaah Aolia Gunungkidul Mulai Sholat Tarawih Malam Ini
-
Pendidikan3 minggu yang lalu
Capaian Prestasi SMA Mubammadiyah Al Mujahidin di Olympicad Nasional
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
Gunungkidul Dilanda Hujan dan Angin Kencang, Sejumlah Titik Porak Poranda
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
Peternak Telur Gelar Rembuk Nasional Demi Menyongsong Panen Jagung 1,9 Ton
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Waspada, 2 Bulan Terakhir Kasus DBD di Gunungkidul Tembus 280 Penderita, 2 Meninggal Dunia
-
Pariwisata5 hari yang lalu
Menjelajahi Sejumlah Wisata Ekstrem di Kabupaten Gunungkidul yang Patut Dicoba
-
Sosial3 minggu yang lalu
Perduli Layanan Masyarakat, Pengusaha Ini Salurkan 6 Unit Ambulans Untuk Warga Gunungkidul
-
Olahraga4 minggu yang lalu
Targetkan 25 Medali Emas, Pemerintah Janjikan Bonus Untuk Kontingen Popda Gunungkidul
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Mega Proyek Pembangunan Gedung DPRD Gunungkidul Dilanjutkan Tahun Ini