fbpx
Connect with us

Sosial

Kartini Masa Kini, Pejuang Ketahanan Pangan

Diterbitkan

pada

BDG

Patuk,(pidjar.com)–Suasana sawah di Padukuhan Plumbungan, Desa Putat, Kecamatan Patuk pagi hari tadi nampak riuh dengan candaan para petani yang mayoritas merupakan ibu-ibu. Nampak keceriaan tergambar dalam wajah mereka merki harus berteman peluh dan panas lantaran kesibukan saat menaman padi pada masa tanam ke dua ini.

Terik matahari tidak membuat mereka loyo untuk menanam bibit padi yang telah disemai sebelumnya di sawah yang berair tersebut. Ibu-ibu nampak berbaris membungkuk menancapkan satu per satu bibit padi dengan jarak tertentu.

“Saya sudah sekitar 50 tahun menjadi petani. Sejak saya masih kecil, diajak orang tua belajar bertani,” kata salah seorang petani warga Putat, Wartiyah (68).

Aktivitas kali ini merupakan kali kedua yang dilakukan oleh para petani. Sebab, beberapa bulan yang lalu, juga dilakukan penanaman bibit padi di sawah tersebut.

“Sudah panen satu bulan yang lalu, saat ini kita tanami lagi,” ucap dia.

Ia menjelaskan, lahan di wilayah Plumbungan memang merupakan persawahan yang memiliki sumber air dan dekat dengan sungai. Sehingga sangat memungkinkan dilakukan penanaman padi hingga dua kali setahun.

Berita Lainnya  Solidaritas Terhadap Korban Gempa Dahsyat Lombok, Puluhan Siswa Gelar Doa Bersama dan Galang Dana

“Setiap kali panen disimpan gabah keringnya itu, kalau butuh (beras) baru ke gilingan padi. Kadang kalau masa panennya sudah dekat, dan panen sebelumnya masih ada, ya dijual. Sebagian juga ada dibagikan ke tetangga yang membutuhkan,” imbuh Wartiyah.

Wartiyah sendiri mengelola sawah bersama sang suami dan para tetangganya. Tak perlu mencari penggarap sawah, karena tetangganya akan selalu memberikan waktu untuk membantu menanam atau memanen padi. Begitu juga sebaliknya, jika tetangganya memerlukan bantuannya, ia dengan sigap akan memberikan bantuan.

Di sela-sela beristirahat siang, Wartiyah mulai mencurahkan isi hatinya. Menurutnya ada kekhawatiran jika sawah yang saat ini dikelolanya itu ke depan belum tentu dirawat oleh anaknya. Hal ini dikarenakan kedua anaknya saat ini sudah bekerja pada sektor lain. Anak pertamanya, bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan anak keduanya menjadi pemilik bengkel.

“Nggak tahu nanti akan seperti apa, kedua anak saya tidak ada yang mau menjadi petani,” ucap Wartiyah.

Tak jauh dari lokasi Wartiyah, seorang petani wanita muda, Eni Purwani (35) Warga Bobung, Desa Putat, Kecamatan Patuk menuturkan, kesehariannya sebenarnya ia merupakan guru PAUD. Namun sejak pandemi Corona dan sekolah diliburkan, dirinya memilih fokus bertani di sawah. Selama ini, sawah miliknya dikelola oleh warga sekitar dengan memberi upah. Untuk hasil panen cukup lumayan karena setahun bisa mencapai 3 kali masa tanam.

Berita Lainnya  Evaluasi Riuh Wisatawan di Pantai, Abai Pakai Masker dan Tolak Pengukuran Suhu

“Lumayan bisa untuk dimasak sendiri, kalau masih sisa, dan sudah memasuki masa panen ya dijual,” kata Eni.

Terpisah, Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Gunungkidul Raharjo Yuwono menyampaikan, berdasarkan laporan yang diterima DPP Gunungkidul, bahan pangan yang tersedia antara lain beras, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, bawang merah, cabai besar, hingga cabai rawit di Gunungkidul saat ini telah mencukupi hingga beberapa bulan ke depan.

“Kami juga mendapat tambahan cadangan beras bencana sebanyak 17,7 ton” ungkap Raharjo.

Menghadapi masa pandemi ini, DPP Gunungkidul sudah mengimbau para petani agar menyimpan sebagian hasil panen sebagai cadangan pangan. Sebab 70 persen warga Gunungkidul berprofesi sebagai petani. Apalagi para petani pun masih memiliki cadangan hasil panen tahun sebelumnya, sehingga dipastikan stok pangan masyarakat tetap mencukupi.

Berita Lainnya  Nama Viral Dita Leni Ravia, Ini Kisah Awal dan Harapan Orang Tua Kepada Putri Cantiknya

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler