Sosial
Kisah Bondan, Pelajar Yang Bertahan Sekolah Dengan Mengamen dan Jajakan Cabai Keliling
Wonosari,(pidjar-com-525357.hostingersite.com)–Bondan Koharali (17) siswa kelas 2 SMA di salah satu sekolah swasta di Wonosari ini bisa dibilang sebagai sosok pelajar yang sangat jarang kita temukan. Pasalnya selain harus menuntut ilmu, ditengah keterbatasan ekonomi keluarga, mengharuskan dia untuk ikut bekerja mencari uang demi membantu biaya sekolah serta kebutuhan orangtua. Setiap harinya, ia rela berjualan cabai keliling kampung sebelum dan setelah pulang sekolah.
Pertama melihat Bondan memang sangat berbeda dengan pelajar lainnya. Ia dulunya lahir prematur yaitu terlahir saat baru 5 bulan dikandung ibunya. Saat ini, perawakannya sangat kecil dan tak akan ada yang menyangka jika usianya sudah menginjak 17 tahun. Lantaran keterbatasan ekonomi tersebut, Bondan juga bersekolah dengan seragam yang lusuh.
Bondan sendiri tinggal bersama kedua orang tuanya dan satu orang adik. Berkunjung ke rumah Bondan sama juga akan menimbulkan keprihatinan yang luar biasa. Wartawan pidjar-com-525357.hostingersite.com yang datang hampir tak menyangka apabila gubuk di areal ladang warga yang penuh dengan pohon bambu tersebut merupakan rumah hunian. Rumah itu terbuat dari anyaman bambu yang sudah lusuh dan rapuh di hampir seluruh bagian. Bahkan bagian belakang rumahnya hanya ditutup dengan kain saja.
Ditemui di sekolahnya, warga Padukuhan Bogor 2, Desa Bogor, Kecamatan Playen ini menceritakan, setiap harinya, sebelum berangkat sekolah sekitar jam 05.30 WIB, ia sudah keluar dari rumah untuk menjajakan barang jualan acabainya ke rumah-rumah warga. Apabila dagangannya belum habis pagi itu, ia lalu melanjutkan menjual cabai sepulang sekolah di sekitar Kota Wonosari.
“Jam setengah 6 pagi biasanya udah mulai jualan sekalian berangkat sekolah. Nanti kalau belum habis, pulang sekolah jam 2 siang jualan lagi. Tapi kadang pagi nggak jualan, hanya pulang sekolah aja,” ceritanya, Rabu (18/04/2018).
Cabai yang dijualnya dihargai seribu rupiah per plastik kecilnya. Ia biasa menjajakan barang dagangan dengan bersepeda. Apabila sepedanya sedang tidak ada, maka dari rumahnya di Desa Bogor hingga Wonosari ia tempuh dengan berjalan kaki. Pun begitu apabila berjualan sepulang sekolah ketika tidak ada sepeda.
“Kalau lagi nggak ada sepeda, berangkat sekolah kalau tidak jalan kaki, ikut orang sampai pinggir jalan atau dimana gitu yang dekat dengan sekolah,” jelasnya.
Anak pertama dari pasangan Wagino dan Suminah ini mengaku, berjualan cabai merupakan inisiatifnya sendiri untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Apabila masih ada sisa, ia tabungkan untuk bekal masa depan dan beberapa diberikan untuk orangtuanya.
Dalam sehari, ia bisa menjual hingga 60 bungkus cabai rawit. Biasanya setiap harinya barang dagangannya tersebut nyaris habis, hingga penghasilan yang didapat kurang lebih mencapai Rp 60 ribu. Ia berharap dari uang yang dihasilkannya saat ini bisa ditabung untuk biaya masuk perguruan tinggi.
“Kalau bisa kuliah, lulus sekolah inginnya kuliah. Uangnya dari tabungan jualan cabai. Beberapa ada yang aku kasihkan ke orangtua,” katanya.
Jika siswa pada umumnya membawa buku dan peralatan sekolah lainnya di dalam tas mereka, namun hal itu berbeda dengan Bondan. Di mana tas ransel berwarna hitam lusuhnyanya tersebut selain berisi buku sekolah juga sebagai tempat menampung bungkusan cabai yang dijualnya.
Untuk kulakan cabai pun, ia tak mau merepotkan orangtuanya. Usai berjualan sekitar pukul 18.00 WIB, ia biasa ke Pasar Argosari untuk membeli cabai. Biasanya, ia membeli sebanyak 1 kilogram cabai rawit putih dan setengah kilogram cabai rawit merah. Sepulangnya dari pasar, ia baru kembali ke rumah untuk mengemasi cabai-cabainya ke dalam bungkusan plastik kecil untuk dijual keesokan hari.
“Dulu waktu awal-awal jualan cabai dari sayurannya ibu. Ibu kan juga penjual sayur keliling. Tapi lama-lama nggak mau ngerepotin jualannya ibu, jadi dari hasil jualanku aku tabung buat beli cabai sendiri di pasar,” ucap dia.
Diakui, berjualan cabai ini baru dilakukan 2 minggu belakangan. Biasanya ia hanya mengamen di pusat kota, baik di Alun-alun Wonosari atau pada persimpangan lampu merah. Meski begitu, apa yang dilakukannya ini lantas tak membuatnya malu. Pasalnya ia telah bertekad untuk membantu orangtua yang keadaannya jauh dari kata mampu.
Meski kehidupannya disibukkan dengan sekolah dan berjualan, namun tujuan utamanya mengenyam pendidikan tak dilupakan. Usai mengemasi cabai yang dibelinya di pasar, menjadi waktu luang baginya yang dimanfaatkan untuk belajar sebelum pagi-pagi benar ia keluar rumah menjalankan kembali aktifitasnya.
“Aku nggak malu harus begini. Ya mau gimana lagi, mau nggak mau harus dilakukan. Daripada aku ngerepotin orangtua yang kadang suka nggak ada uang untuk aku sekolah,” ceritanya.
-
Pemerintahan1 minggu yang lalu
50 Kilometer Jalan Kabupaten di Gunungkidul Beralih Status
-
Olahraga1 minggu yang lalu
Mengenal Hamam Tejotioso, Pembalap Cilik Gunungkidul yang Mulai Ukir Prestasi
-
Uncategorized3 minggu yang lalu
‘Modal Nekat’ Garapan Imam Darto, Sukses Kocok Perut Penonton Yogya
-
bisnis2 minggu yang lalu
Grafik Perjalanan Kereta Api Selesai Difinalisasi, Pemesanan Tiket KA Februari 2025 Mulai Dibuka Bertahap
-
Pemerintahan1 hari yang lalu
Angka Kemiskinan di Gunungkidul Masih 15,18%
-
Pendidikan3 minggu yang lalu
SMP Al Mujahidin Gunungkidul Dapat Predikat Sekolah Swasta Unggul Utama
-
Uncategorized4 minggu yang lalu
Bantah Pernyataan Ketua DPRD, Polres Sebut Belum Ada Laporan Masuk Terkait Video Syur Pimpinan Dewan
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
PMK Kembali Merebak di Gunungkidul, 43 Sapi Suspek Mati Mendadak
-
Hukum2 minggu yang lalu
Kasus Penyalahgunaan Tanah Kas Desa, Lurah Sampang Ditahan
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Persiapan Libur Nataru, Dishub Gunungkidul Lakukan Ramcek Kendaraan
-
Hukum4 minggu yang lalu
Terpidana Mati Mary Jane Dipindahkan ke Jakarta Sebelum Dipulangkan ke Filipina
-
Pemerintahan4 minggu yang lalu
Bupati Gunungkidul Pecat ASN yang Terlibat Kasus Korupsi