Sosial
Menyimak Proses Pembuatan Minyak Kelapa Mbah Tumi





Wonosari,(pidjar.com)–Mbah Tumi (70) warga Padukuhan Gedangsari, Kalurahan Baleharjo, Kapanewon Wonosari sejak puluhan tahun silam menekuni pembuatan minyak kelapa. Ternyata, minyak kelapa juga banyak diminati oleh masyarakat khususnya para pedagang makanan seperti bakmi ataupun olahan makanan lainnya. Apalagi saat ini di tengah langkanya minyak goreng, dagangan Mbah Tumi saat menjadi salah satu alternatif bagi warga masyarakat.
Mbah Tumi sendiri menekuni pekerjaan ini sudah sekitar 50 tahun. Sejak dirinya masih gadis, ia sudah membuat minyak kelapa setiap hari yang ia jual di Pasar Argosari Wonosari.
Berbeda dengan minyak goreng pada umumnya, minyak kelapa ini memiliki keunggulan tersendiri. Rasanya yang berbeda membuat makanan semakin enak dan tidak mudah berubah meski sudah digunakan beberapa kali. Meski begitu, lantaran proses pembuatannya yang memang cukup rumit, harga minyak kelapa ini lebih mahal jika dibandingkan dengan minyak goreng kemasan.
Tingginya harga minyak goreng kemasan juga berpengaruh pada minyak kelapa ini. Tumi sendiri saat ini terpaksa menaikkan harga sekitar 10 ribu. Meski begitu, hal ini tidak mengurangi minat pembeli yang sudah menjadi langganannya.
“Harganya sekarang 50 ribu per 600 mililiter, kalau dulu hanya 40 ribu. Kalau botol besar ya saya jual 125 ribu,” kata Mbah Tumi, Sabtu (26/02/2022).
Mahalnya harga minyak kelapa ini memang karena proses pembuatannya yang lama dan membutuhkan tenaga ekstra. Selain itu bahan baku yang digunakan yaitu kelapa jumlahnya juga cukup banyak. Di mana 50 butir kelapa hanya bisa jadi minyak sebanyak 3 liter saja.
Untuk proses pembuatannya, kelapa tua diparut terlebih dahulu kemudian diperas menjadi santan kental. Cairan inilah yang kemudian dimasak dan harus ditunggu serta diaduk hingga mengeluarkan minyak. Kemudian barulah hasilnya disaring dan dikemas.
“Kalau saya semua saya gunakan, air kelapa saya gunakan untuk nyanten jadi rasanya lebih gurih. Kemudian saat dimasak itu nanti sarinya mengering namanya blondo, dijual juga laku,” terang Tumi.
Blondo ini adalah sejenis abon. Biasanya banyak yang mencarinya untuk campuran isi makanan atau langsung dimakan menggunakan nasi atau ketan hangat yang membuat rasanya sangatlah nikmat. Blondo yang dihasilkan ia jual seharga 90 ribu per kilogramnya. Saat ini, blondo sendiri ternyata masih banyak yang mencarinya.
Selama ini selain berjualan di Pasar Argosari, perempuan 70 tahun dengan 3 anak tersebut juga sudah memiliki langganan tetap. Mereka berasal dari Wonosari, Semanu bahkan dari Klaten juga jauh-jauh ke rumah Mbah Tumi untuk membeli minyak kelapanya.
“Sudah ada langganan, yo biasanya mereka itu pedagang bakmi atau makanan-makanan,” imbuhnya.


-
Peristiwa2 minggu yang lalu
Tabrakan di Kepek, 2 Pelajar SMA Tewas
-
Hukum2 minggu yang lalu
Ajak Check In Bocah SD, Remaja 19 Tahun Diamankan Polisi
-
Kriminal2 minggu yang lalu
Klithih Beraksi di Jalan Wonosari-Jogja, Serang Pemotor Wanita
-
Hukum3 minggu yang lalu
Siswi SMP Disetubuhi Kakeknya Hingga Berkali-kali
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
Dipicu Hamil di Luar Nikah, Ratusan Anak di Gunungkidul Ajukan Dispensasi Nikah
-
Kriminal2 minggu yang lalu
Tertangkap Bobol Home Stay, Dua Pelajar Babak Belur
-
Peristiwa2 minggu yang lalu
Ikuti Google Map, Pengemudi Wanita dan Anaknya Tersesat Hingga ke Tengah Hutan
-
Peristiwa3 minggu yang lalu
Mengaku Hendak Diadopsi, Bayi 1 Hari Ternyata Dijual di Media Sosial
-
Pemerintahan2 minggu yang lalu
Gedung Pusat Oleh-oleh Produk Gunungkidul Dibangun di Kawasan Krakal
-
Pariwisata3 minggu yang lalu
Jaya Hingga Ambruknya Obyek Wisata Sri Gethuk Yang Sempat Hits
-
Pemerintahan3 minggu yang lalu
JJLS Tersambung 2025 dan Kekhawatiran PHRI Jalur Kota Sepi Wisatawan
-
Info Ringan4 minggu yang lalu
Mencicipi Apem Jawa Sang Raja Yang Digadang Jadi Oleh-oleh Khas Gunungkidul