fbpx
Connect with us

Sosial

Ribuan Bayi di Gunungkidul Masih Alami Kekurangan Gizi

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Guna membentuk generasi yang berkualitas, selain fokus dalam penuntasan kemiskinan dan stunting, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul juga tengah fokus melakukan penanganan pada kasus banyaknya balita yang mengalami gizi buruk maupun gizi kurang. Pasalnya angka penyandang gizi buruk dan gizi kurang untuk di wilayah Gunungkidul masih cukup tinggi. Berbagai faktor tengah dianalisa oleh pemerintah daerah. Berdasarkan hasil analisis sementara, faktor utama banyaknya balita penyandang gizi buruk adalah lantaran kesibukan dari orang tua sehingga asupan gizi pada anak tidak sesuai.

Sekretaris Dinas Kesehatan Gunungkidul, Priyanta Madya memaparkan, kondisi balita penyandang gizi buruk dan gizi kurang memang menjadi sebuah PR bagi pemerintah daerah dalam penuntasannya. Ia mengakui bahwa setiap tahunnya, memang selalu ada temuan mengenai penyandang gizi buruk dan gizi kurang. Pemerintah pun harus bekerja ekstra dalam penanganannya.

Adapun bedasarkan analisis yang dilakukan oleh petugas, gizi buruk dan gizi kurang yang dialami oleh ratusan bahkan ribuan balita lantaran kurangnya perhatian dari ibu si anak. Sekarang ini, tidaklah sedikit anak-anak yang ditinggal ibunya untuk bekerja, sehingga anak hanya dititipkan oleh orang yang sekiranya dipercaya. Hal ini tidak menutup kemungkinan, pada pemenuhan gizi anak tidaklah sesuai dengan standar gizi yang diperlukan anak.

Berita Lainnya  Buntut Surat Edaran SDN III Karangtengah, Dinas Kumpulkan Kepala SD dan SMP Untuk Diberikan Pembekalan

“Faktor utama memang karena kurangnya perhatian dari orang tua terkait asupan gizi. Faktor lain yakni bobot kelahiran anak (bawaan) atau adanya penyakit penyerta yang diidap oleh anak,” kata Priyanta Mada Satmaka, Rabu (26/12/2018).

Perlu ada kesadaran tersendiri dari ibu-ibu muda ataupun kader dalam hal ini. Sehingga asupan gizi dari anak dapat terpenuhi. Jangan sampai anak yang dikorbankan terlebih pada kesehatannya, lantaran ditinggal kerja oleh orang tua dan tidak mendapatkan perhatian atau gizi seimbang dan sesuai standar pada usia anak.

Disinggung mengenai faktor ekonomi sosial masyarakat Gunungkidul, ia mengatakan jika hal itu tidaklah berpengaruh banyak pada penderita gizi buruk dan gizi kurang pada anak. Meski tingkat pendapatan seseoramg tidaklah menentu, namun untuk pemenuhan pada anak dikatakan cukup baik, sehingga dari faktor ekonomi sosial pun masih begitu rendah.

Berita Lainnya  Operasi Pasar Darurat Playen, Petugas Temukan Kerupuk Mengandung Pewarna Tekstil

Data yang ada pula, ditahun 2018 ini tercatat 160 balita Gunnungkidul dinyatakan gizi buruk. Sementara untuk gizi kurang mencapai 2.122 balita, tentu jumlah tersebut masih tergolong tinggi. Akan tetapi jumlah itu tergolong lebih baik dibandingkan tahun 2017 lalu, dimana gizi buruk pada anak mencapai 205 dan gizi kurang mencapai 2130 balita.

Sementara untuk data balita penyandang gizi baik mencapai 29.906 anak dan gizi lebih mencapai 761.

“Kalau untuk sampai diangka 0 saya kira susah. Karena setiap tahun pasti ada temuan, entah itu dari data lama ataupun temuan baru,” imbuhnya.

Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah daerah, salah satunya yakni pengoptimalan Posyandu dan Puskesmas. Sehingga nantinya perkembangan berat badan hingga status gizi atau pertumbuhan dapat terpantau dengan baik. Kemudian dari pemerintah daerah pun juga memberikan bantuan berupa pemberian makanan tambahan instan sebagai lagkah nyata.

“Selama 90 hari kami berikan makanan tambahan dan tentunya kami pantau perkembangan balita,” papar dia.

Pelatihan pada orang tua (ibu) maupun kader pun juga terus dilakukan agar dapat lebih paham dalam melakukan penanganan dipada penderita gizi buruk dan gizi kurang. Langkah seperti ini dianggap lebih efektif dalam memberikan edukasi pada semua lini terkait pemenuhan gizi pada anak.

Berita Lainnya  Hendak Cari Rumput, Sumyarto Temukan Orang Asing Gantung Diri di Warung Kopi

Salah seorang kader perempuan dan anak, Ismi mengatakan, di wilayahnya upaya pendekatan pada ibu agar memberikan perhatian dan asupan gizi yang memadahi terus dilakukan. Menggandeng petugas Puskesmas, pertemuan secara rutin terus dilakukan. Berbagai keluhan ibu-ibu mengenai pola makan dan aktifitas lainnya terus dilakukan.

“Ya sudah berjalan dengan baik. Jadi pemahaman ibu-ibu sekarang berubah. Pada intinya yang terbaik untuk anak terus dilakukan terlebih mengenai pola asuh dan pemberian makanan, ada to anak yang gak suka sayur atau apa kemudian kami upayakan pemecahannya bagaimana agar pemenuhan gizi tetap seimbang,” kata dia.

Bukan tidak mungkin selain berdampak pada pertumbuhan, perkembangan tentu ada aspek lain yang terganggu pada anak jika gizi yang diperoleh tidaklah sesuai. Pola hidup sehat juga terus diupayakan agar menjadi jaminan kesehatan.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler