fbpx
Connect with us

Budaya

Campursari Pakem Asli Gunungkidul di Ambang Kepunahan

Diterbitkan

pada

BDG

Wonosari,(pidjar.com)–Campursari merupakan salah satu musik yang menjadi kegemaran serta ciri khas Gunungkidul. Aliran musik ini sendiri memang cukup menarik lantaran menggabungkan musik jawa dengan seperangkat alat tradisional. Beberapa tahun lalu musik ini begitu berjaya dan sering didengarkan oleh masyarakat, namun sekarang ini, pakem musik campursari justru semakin tak terlalu dikenal. Campursari tergerus persaingan dengan aliran musik lain meski masih dalam genre yang mirip yang saat ini lebih digemari. Salah satunya yang saat ini cukup berjaya adalah campursari Jawa Timur yang menyajikan musik bergenre Koplo dengan lirik lagu bahasa Jawa.

Kepala Dinas Kebudayaan Gunungkidul, Agus Kamtono mengungkapkan, campursari sendiri memang merupakan jenis musik asli Gunungkidul. Kendati demikian, seiring berkembangnya jaman, terlebih sekarang ini, aliran musik-musik lain mulai bermunculan. Hal ini kemudian membuat musik campursari sendiri sedikit redup. Dalam hal ini adalah campursari asli Gunungkidul, yang tengah berkembang pesat di kalangan masyarakat yakni campurasi jenis Jawa Timuran.

Kondisi ini tentunya perlu disikapi dengan baik. Di mana kreatifitas para seniman harus benar-benar diasah untuk memunculkan karya yang lebih eksis kembali. Persaingan ketat di era sekarang ini menjadi hal yang biasa. Hanya saja memang apa yang menjadi kekayaan daerah perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.

Berita Lainnya  Sehari Menghilang, Kakek 60 Tahun Coba Gantung Diri di Dekat Makam

“Untuk campursari asli Gunungkidul saat ini memang sedikit redup, sekarang trennya adalah campursari Jawa Timuran. Persaingan adalah hal biasa tapi ini perlu disikapi. Bagaimana caranya kita (seniman) bisa berinovasi dengan baik untuk merebut pasaran campursari asli Gunungkidul,” terang Agus Kamtono, Jumat (27/09/2019).

Disinggung mengenai regenerasi campursari, ia mengatakan memang ada sebagian seniman baru yang bermunculan. Namun begitu, dari seniman-seniman anyar ini, tak banyak yang paham betul mengenai campursari asli Gunungkidul. Sedikit yang misalnya belajar alat musik seperti gendang dan lainnya karena memang membutuhkan waktu dan keahlian.

“Untuk pendampingan jika memang dibutuhkan, kalau dari kami beranggapan para seniman sudah bisa mandiri dalam mengembangkan apa yang dimilik (potensi),” ucap dia.

Salah satu seniman kawakan Gunungkidul, Joni Gunawan mengakui bahwa memang untuk campursari asli Gunungkidul cukup ribet lantaran menggunakan alat musik yang lengkap. Lantaran hal inilah kemudian ia menyebut bahwa keberadaan campursari yang sesuai dengan pakem awal keberadaannya sudah hampir punah. Saat ini, yang tengah menjadi tren di kalangan masyarakat yakni campursari ringkes dan tren lagunya Jawa Timuran atau ke arah dangdut koplo. Sebagai pelaku pelestari budaya, tentu ada khawatiran tersendiri jika kekayaan atau ciri khas Gunungkidul perlahan akan hilang seiring dengan persaingan yang cukup ketat ini.

Berita Lainnya  IKAPPESTY WEDDING EXPO KE-9 Hadir di Jogja City Mall

“Ada beberapa sanggar yang kami kolaborasikan dengan seni. Sekarang trennya memang ke arah Jawa Timuran,” ujar Joni.

Untuk menumbuhkan atau mempertahankan eksistensi Campursari Asli Gunungkidul yang sempat berjaya pada masanya, layaknya jaman Manthous dulu, perlu adanya inovasi yang digagas dan diterapkan. Sehingga musik ini tidaklah luntur dari peradabannya.

“Kendalanya kita belum mampu menahan arus budaya luar. Sehingga seperti lagu-lagu campursari asli Gunungkidul jarang didengarkan,” kata dia.

Ia menyadari jika saat ini regenarasi seniman tumbuh pesat. Hanya saja memang mereka tidak tahu arah mereka ke mana. Dalam artian, para seniman baru ini hanya melakukan apa yang ada tanpa mendalami sejauh mana karya itu. Pakemnya dan ke depannya akan bagaimana. Inilah yang menurutnya sebenarnya menjadi tantangan tersendiri.

Berita Lainnya  Peringati 1 Suro, Warga Ikuti Jamasan Pusaka di Desa Pengkol

“Inovasi, selera pasar dan tren tentu tidak lepas dalam segala hal. Makanya ini yang perlu dipahamkan kembali jika kita punya potensi yang luar biasa,” paparnya.

Adapun saat ini yang mulai dikembalikan oleh para seniman khususnya campursari yakni penyajian jenis lagu dalam sebuah acara. Di mana paling minim 50 persen lagu yang dibawakan adalah campursari asli Gunungkidul yang merupakan karya Manthous. Dengan demikian, ruh campursari seolah tak lepas dari warga Gunungkidul.

Lagu-lagu ciptaan sang maestro ini sejak dulu selalu digandrungi oleh semua kalangan. Selain memiliki cerita tersendiri, ada beberapa keunggulan lain dari lagu-lagu asli Gunungkidul. Tak hanya lagu sebenarnya, cara pembawaan maupun pakaian yang dikenakan pun juga mulai sedikit diarahkan.

Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler