fbpx
Connect with us

Sosial

Kisah Pasutri Rawat Puluhan Anak Yatim Piatu

Diterbitkan

pada

BDG

Paliyan,(pidjar.com)–Suasana sebuah rumah di Padukuhan Karangmojo B, Kalurahan Grogol, Kapanewon Paliyan nampak riuh suara anak-anak. Siapa sangka, bangunan sederhana itu merupakan yayasan Panti Asuhan Mata Hati.

Adalah Arif Suhaermanto dan Feratri Rahmatillah pasutri ini sejak beberapa tahun silam memantapkan niatnya untuk merawat puluhan anak asuh. Ada 43 anak dari usia 2 tahun sampai 22 tahun berbagai macam latar belakang yang mereka asuh selama ini.

Kepada wartawan, Feratri menceritakan tahun 2006 lalu gempa bumi terjadi di wilayah DIY. Dari situ banyak warga yang terdampak, saat itu dirinya masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah tinggi. Bersama dengan seorang dokter di RSUD Wonosari, Feratri kemudian mengumpulkan donasi untuk membantu warga terdampak.

Sejumlah anak diberikan bantuan uang saku Rp 100.000 hingga Rp 200.000 untuk meringankan beban orang tua anak-anak yang terdampak bencana tersebut. Selanjutnya permasalahan muncul, manakala anak-anak yang ia bantu membutubkan uang sekolah. Sedangkan banyak dari mereka yang ditinggal orang tuanya merantau.

Dari situ, munculah gagasan untuk mengasuh 4 anak-anak. Tak ada modal sama sekali, ia hanya membulatkan tekatnya dengan segala keterbatasan yang ia miliki.

Berita Lainnya  Akui Ada Kesalahan Pencampuran Material, Mandor Proyek Pembangunan Selokan Sambirejo Salahkan Cuaca Panas

“Awalnya 4 anak saya asuh sendiri. Kemudian saya memberanikan diri untuk membuat legalitas yayasan, Alhamdulillah tahun 2011 lalu sudah resmi didirikan yayasan Mata Hati ini,” kata Feratri.

Seiring berjalannya waktu, panti asuhannya menjadi dikenal oleh banyak orang. Meski dirinya tidak mendirikan plakat khusus ataupun bermain media sosial, namun selalu ada anak yang dititipkan di panti ini. Sekarang ada 43 anak yang diasuh Feratri bersama Arif yang bekerja sebagai Guru Tidak Tetap.

Pola asuh yang diberikan yaitu, sistem pendidikan keluarga. Setelah beraktifitas sekolah, anak-anak diajarkan mengaji oleh ustad. Tak ada perbedaan antara dua anak kandungnya dengan puluhan anak-anak yang diasuhnya.

Untuk mengasuh puluhan anak itu ia hanya melakukannya sendiri bersama suaminya. Tidak ada orang (rewang) yang membantunya. Ia juga tidak membedakan mana anak asuh maupun anak kandungnya sendiri.

“Semua sama, selayaknya ibu bapak dan anak lah. Ini yang paling kecil kalau tidur jug sama saya,” imbuhnya.

Selama yayasan ini berdiri, sudah ada 32 anak yang lulus dari panti. Ada beberapa diantara mereka yang sudah berkeluarga bahkan sudah memiliki momongan dan ada pula yang bekerja.

Berita Lainnya  Hamili Pelajar, Pria Beristri Dilaporkan Polisi

Lebih lanjut ia mengungkapkan meski dirinya tidak memasang plakat yayasan panti asuhan, namun rejeki anak-anak tersebut selalu ada. Orang-orang baik selalu memberikan bantuan untuk biaya hidup puluhan anak-anak dari berbagai latar belakang itu

“Kita selalu berusaha menekankan pada anak-anak untuk mensyukuri apa yang didapatkan hari ini,” sambung perempuan 34 tahun tersebut.

Meski semua dalam keterbatasan, dirinya bersama anak-anaknya selalu membagikan nasi kotak kepada lansia di sekitar kampungnya setiap hari Jumat. Selain ucapan syukur, dia ingin mengajak agar kedepan selalu berbagi kepada orang lain. Suami istri ini, tidak mengizinkan jika ada anak yang akan diadopsi.

Dalam situasi apapun, suami istri ini berupaya untuk menghidupi dan mencukupi kebutuhan anak asuh mereka. Seperti misalnya di tengah situasi sekarang ekonomi menurun dan ada banyak tuntutan dari segala sektor.

Dunia pendidikan misalnya, anak-anak dituntut untuk mengikuti sekolah secara online dengan menggunakan gawai. Untuk tetap memenuhi kebutuhan gawai, pasutri ini harus berputar otak agar bisa memberikan fasilitas belajar yang memadahi.

Berita Lainnya  Wisuda SMA N 1 Semanu, Ratusan Siswa Diwanti-wanti Agar Tak Langsung Menikah

“Uang tabungan yang rencananya akan digunakan untuk membangun kamar tidur anak putri dialihkan dulu untuk membeli gawai,” papar dia.

Agar lebih berhemat, ia menerapkan jatah paket internet agar tidak digunakan untuk bermain game. Meski demikian memang ada anak yang seting kali mencuri waktu untuk bermain game, namun dirinya memaklumi hal tersebut.

Sebagai manusia biasa, rasa lelah akan selalu muncul. Namun pengalaman dirinya ditinggal kedua orang tuanya sejak kecil menjadi semangat untuk terus mengabdi.

Meski ada bantuan, pasutri ini juga membuka warung kecil di rumahnya untuk tambahan biaya operasional.

“Ya pokonya terus berjuang, agar anak-anak bisa mandiri,” kata Arif.

Selasa (16/02/2021) tadi, yayasan ini mendapatkan bantuan sembako dari forum wartawan Gunungkidul dalam rangkaian peringatan hari pers nasional 9 Februari lalu. Hasil sumbangan dari jurnalis yang bertugas di Gunungkidul disalurkan untuk pembelian sembako dan yang lainnya.

“Uang hasil iuran dari teman-teman kita salurkan ke yayasan mata hati, meski tak seberapa semoga bermanfaat untuk anak-anak disini,” kata Sutaryono salah seorang wartawan Senior di Gunungkidul.

Iklan
Iklan

Facebook Pages

Iklan

Pariwisata

Berita Terpopuler